Presiden Xi Jinping tidak perlu tukar-menukar jabatan seperti itu. Ia langsung mengubah konstitusi Tiongkok: tidak perlu ada pembatasan masa jabatan presiden. Berhasil. Ia akan terpilih untuk kali ketiga bulan depan.
Ada juga contoh dari dalam negeri sendiri. Dari Surabaya. Lebih nyata. Bambang DH sudah dianggap menjabat wali kota selama dua periode. Padahal ia baru 1,5 periode.
Di periode pertama ia hanya menggantikan wali kota Sunarto yang meninggal dunia. Perdebatan seru kala itu. Apakah 1,5 periode itu sudah dianggap dua periode.
Ketua MK Mahfud MD membuat keputusan: yang sudah menjabat lebih 1,5 periode dianggap sudah dua periode. Kalau belum cukup 1,5 periode dianggap baru satu periode.
Bambang DH, ketua PDI-Perjuangan Surabaya, awalnya menjabat wakil wali kota. Ia mendampingi wali kota Sunarto. Belum lagi setengah periode Sunarto dilengserkan. Lalu meninggal. Bambang, seorang guru, menjadi wali kota. Hanya setengah periode. Lalu ia maju lagi sebagai calon wali kota. Menang. Debat hukum pun seru: sudah masuk dua periode atau belum. Lalu MK menabuh gong itu.
PDI-Perjuangan pun kalang kabut. Siapa lagi kader hebat yang bisa menjadi calon wali kota Surabaya. Agar kekuasaan politik PDI-Perjuangan langgeng di kota Pahlawan itu.
Musyawarah cabang khusus partai menetapkan calon wali kotanya: Saleh Mukadar. Kelahiran Ambon. Tokoh pemuda Surabaya. Ternyata partai tidak kompak. Ada yang menolak Saleh.
Akhirnya Bambang diminta partai untuk mau menjadi calon wakil wali kota. Itu tidak melanggar UU apa pun.
Asumsinya: siapa pun yang berpasangan dengan Bambang pasti menang. "Sebenarnya saya malu sekali. Tapi ini misi partai. Saya harus taat," ujar Bambang kepada saya kemarin.
Bambang mendengar sendiri kecaman kepada dirinya. Rakus jabatan. Kemaruk. Melanggar sopan santun politik. Tidak tahu malu. Rai gedhek. Dan seterusnya.
Ia terima semua itu demi menjalankan misi partai. Tapi ia tidak mengabaikan kecaman tadi.
"Saya akan membuktikan bahwa saya tidak rakus jabatan. Saya bertekad begitu wali kota yang baru dilantik, saya akan mengundurkan diri," ujarnya.
Bambang memang pejuang partai nomor 1 di Surabaya. Sejak partai itu masih harus berjuang di kegelapan. Sejak penguasa masih sangat memusuhi partai itu. Bambang jadi proletar bawah tanah. Ia terus bergerak. Militan sekali.
Saat menjadi wali kota Bambang tergolong sukses. Termasuk sukses mengorbitkan seorang arsitek wanita menjadi kepala bagian pertamanan: Tri Rismaharini.
Risma itu birokrat tulen. Bukan kader PDI-Perjuangan. Tapi kerjanya luar biasa. Hasil kerjanya terlihat nyata. Suatu ketika pimpinan muda Jawa Pos mengangkat foto Risma naik ekskavator dengan latar belakang taman yang dibangunnyi. Seorang wanita sampai naik ekskavator. Bukan main. "Foto itu, waktu itu, mengguncang Surabaya," ujar Harun Sohar, aktivis militan PDI-Perjuangan yang kini tidak di lingkaran dalam lagi.
Risma pun disetujui partai untuk jadi calon walikota. Tapi harus didampingi kader murni. Dipilihlah Bambang sebagai pasangan Risma.