oleh: Hasbi Jusuma Leo
Analis Perbendaharaan Negara
Pada Kanwil DJPb Provinsi Sumatera Selatan
Pemerintah telah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Solar, Pertalite, dan Pertamax pada 3 September 2022 lalu. Harga pertalite naik 30,72%, dari Rp7.650 menjadi Rp10.000 per liter. Pertamax naik 16%, dari Rp 12.500 menjadi Rp14.500 per liter. Dan Solar naik 32,04%, dari Rp5.150 menjadi Rp6.800 per liter.
Kebijakan ini, sebagaimana juga kebijakan-kebijakan lain tentu tidak lepas dari pro dan kontra. Pihak yang kontra mengatakan kebijakan pemerintah Indonesia yang menaikkan harga BBM dengan alasan karena sekitar 70% subsidi BBM dinikmati kelompok masyarakat mampu, adalah kebijakan yang tidak tepat dan salah sasaran.
Lalu apa sebenarnya alasan pemerintah menaikkan harga komoditas vital masyarakat ini? Forum ALCo Sumatera Selatan yang beranggota seluruh Kantor Wilayah Kementerian Keuangan di Sumatera Selatan dalam siaran pers pada 30 September 2022 mengungkap bahwa memang subsidi BBM sebagian besar dinikmati masyarakat mampu.
Misalnya Pertalite, dari 86% yang dinikmati rumah tangga (14% dunia usaha), hanya 20% saja yang dinikmati rumah tangga miskin. Dan Solar, dari 11% yang dinikmati rumah tangga (89% dunia usaha), hanya 5% yang dinikmati rumah tangga tidak mampu.
BACA JUGA: World Rabies Day
Karena itu Pemerintah menempuh kebijakan subsidi BBM agar tepat sasaran dan berkeadilan dengan mengurangi subsidinya. Hasil penghematan subsidi ini dapat digunakan untuk kesejahteraan rakyat dan pembangunan di berbagai sektor yang dibutuhkan masyarakat kelas bawah dan kegiatan produktif, seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur energi, dan memperkuat program ketahanan pangan.
Subsidi BBM sebenarnya adalah bentuk kehadiran Pemerintah. Tujuannya untuk membantu masyarakat yang daya belinya belum cukup. Pemerintah telah mengalokasikan subsidi dan kompensasi BBM dari tahun ke tahun. Pada tahun 2015 jumlahnya sebesar Rp119,1 triliun. Pada 2016, turun menjadi Rp106,8 triliun. Pada 2017 kembali turun menjadi Rp97,6 triliun.
Lalu pada tahun 2018, subsidi itu meningkat 57,3% menjadi Rp153,5 triliun. Pada 2019, turun 9,1% menjadi Rp144,4 triliun. Naik lagi tahun berikutnya menjadi Rp199,9 triliun. Dan turun menjadi 188,3 triliun pada tahun 2021.
Pada tahun 2022 ini, awalnya pemerintah mengalokasikan Rp152,5 triliun untuk subsidi dan kompensasi BBM. Namun melalui Peraturan Presiden No 98/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden No 104/2021 tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2022, Pemerintah menaikkan subsidi itu 229,44% dari alokasi awal, yakni sebesar Rp349,9 triliun.
BACA JUGA: Sektor Pertanian: Penopang Ekonomi, Penyerap Tenaga Kerja
Dan, diperkirakan subsidi BBM akan terus membengkak menjadi Rp698 triliun sampai akhir tahun 2022.
Sebabnya antara lain harga minyak dunia yang meningkat, dari asumsi USD 100 menjadi USD 105 per barrel. Lalu adanya pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika, dari Rp14.450 menjadi Rp14.700 per satu Dollar Amerika. Juga volume konsumsi BBM meningkat telah melampui kuota yang sudah ditentukan.