RARA tidak ke Toba. Ternyata danau besar di tanah Batak itu menyimpan misteri: punya gelombang yang tak menentu. Aneh. Ada gelombang besar di danau Toba. Siapa yang percaya.
Tapi itu fakta. Sesi latihan para pembalap F1 Powerboat pun sampai batal. Ombak terlalu besar. Itu pukul 14.00. Tanggal 24 Februari 2023.
Pun keesokan harinya. Ketika acara F1 Powerboat World Championship memasuki tahap yang sangat penting: babak kualifikasi. Ombak kembali besar. Sesi kualifikasi pun dibatalkan.
Seperti juga di F1 di balap mobil, di kejuaraan dunia F1H2O di Toba ini juga perlu babak kualifikasi. Yakni untuk menentukan urutan start di babak balap yang sebenarnya.
Akibatnya babak kualifikasi itu pun batal. Diganti keesokan harinya. Pagi hari.
Sore itu, selama dua hari, ombak terlalu besar. Tidak mungkin pembalap Powerboat yang datang dari berbagai belahan dunia itu melaju di atas air bergelinjang seperti itu.
Padahal pagi harinya permukaan air Danau Toba tenang. Sangat tenang. Rata. Jernih. Ibarat kaca. Tidak tahunya begitu memasuki jam 14.00 angin datang. Dari arah pulau Samosir. Menuju dermaga utama tempat paddock para pembalap. Berarti angin itu juga menuju arah tribun utama.
Bahwa babak kualifikasi sampai batal itu benar-benar mengherankan. Bukan main. Dua hari berturut-turut terjadi gelombang tinggi di sore hari.
Maka orang pun mulai waswas. Jangan-jangan di hari paling puncak juga terjadi hal yang sama.
Puncak acara itu di hari ketiga: di tanggal 26 Februari. Hari balapan juga dimulai pukul 14.00. Presiden Jokowi hadir. Demikian juga banyak menteri kabinet.
Kekhawatiran pun membuncah: jangan-jangan ombak tinggi lagi.
Maka pada pukul 12.00 ketika permukaan danau masih tenang dilakukanlah balapan sesi pertama. Tanpa siaran langsung jaringan TV internasional.
Berarti di hari puncak acara ini padat sekali. Pagi-pagi sesi kualifikasi. Tengah hari balapan sesi pertama. Berjalan lancar.
Di sesi balapan pertama pun bisa selesai. Siapa paling cepat, siapa runner-up, dan siapa urutan berikutnya sudah diketahui.
Tapi itu bukan kejuaraan yang sebenarnya. Balapan resminya baru dilakukan jam 14.00.
Ternyata menjelang pukul 14.00 angin datang lagi. Dari arah yang sama. Terulanglah apa yang terjadi dengan dua hari sebelumnya. Gelombang di permukaan danau sangat besar untuk ukuran balap F1H2O.
Rupanya balapan ini masih bisa dipaksakan untuk dimulai. Tapi gelombang kian tinggi. Ketika balapan baru tiga lap, panitia memutuskan: balapan dihentikan. Lap keempat tidak dilanjutkan. Pun lap-lap berikutnya. Terlalu bahaya bagi pembalap.
Tapi juara-juara F1H2O Toba tetap bisa diumumkan. Yakni menggunakan hasil balapan di sesi pertama yang pukul 12.00. Acara penyerahan piala pun berlangsung lancar. Diiringi tiupan angin yang tinggi. Umbul-umbul, pohon-pohon terus bergoyang. Tapi ini bukan angin ribut. Tidak ada atribut yang sampai roboh. Tidak ada barang beterbangan.
Kenapa balapan tidak dimajukan ke pagi hari?
Tentu sulit. Acara ini kelas dunia. Sudah banyak kontrak dilakukan dengan para sponsor. Termasuk bahwa Powerboat itu harus disiarkan live di TV Minggu pagi waktu Eropa. Di sanalah penonton terbanyak siaran Powerboat.
Apakah Batak tidak punya Rara seperti di Mandalika? Tentu ini pertanyaan yang tidak ilmiah. Abaikan saja.
Yang jelas panitia Powerboat Toba harus berpikir keras. Bagaimana dengan kalender F1H2O tahun depan.
Tentu harus dilihat: seperti apa catatan cuaca di Toba selama 100 tahun terakhir. Setidaknya selama 20 tahun. Bulan-bulan apa yang Toba tidak diganggu gelombang tinggi.
Yang penting jangan sampai gara-gara gelombang ini , F1 H2O Toba dicoret dari kalender tahunan. Mungkin bisa nego pindah ke bulan-bulan yang tenang.
Kalender di Toba pekan lalu itu adalah balap pertama dari satu seri balapan di seluruh dunia. Toba ibarat Melbourne untuk F1 Racing.
Posisi Toba sangat kuat. Balapan F1H2O ini memang hampir selalu di danau. Bukan di laut. Kalau toh ada kalender di laut itu harus di sebuah teluk yang nyaris tertutup dari laut bebas. Kecepatan Power Boat ini bisa sampai 250 km/jam. Sangat berbahaya kalau permukaan airnya menggelinjang.
Saya pun minta tolong sahabat Disway di Toba. Saya perlu kesaksian para pendayung kapal di Toba. Yakni mereka yang setiap hari cari penghasilan di air Toba. Ternyata banyak perahu yang secara rutin melintas di Danau Toba. Yakni kapal pengangkut batu. Mereka itu melayari Toba dari arah Parapat. Tujuannya Balige. Angkut batu gunung. Untuk bahan bangunan. Satu perahu bisa angkut 30 kubik batu.
Mereka itu rutin menjalani rute tersebut. Sejak berpuluh tahun lalu. Tapi mereka bukan peneliti cuaca. Mereka tidak mencatat perkembangan angin dan gelombang di Danau Toba.
Ketika ditanya di bulan-bulan apa gelombang di Toba tinggi dan bulan apa tanpa gelombang, mereka tidak bisa menjawab. "Benar-benar tidak bisa ditebak. Angin datang tanpa melihat bulan," ujar mereka.
Rasanya, kata mereka, tidak ada ritme bulan gelombang dan bulan tenang.
Mereka sudah terbiasa, kalau gelombang besar mereka libur. Tidak berani angkut batu. Kalau gelombangnya sedang mereka masih punya cara: mengemudikan perahu dengan memecah atau menabrak gelombang.
Ternyata BMKG menjadi lebih penting di Toba. Jangan sampai Toba dicoret dari kalender dunia Powerboat hanya gara-gara tidak punya Rara. *