Oleh : Renny Wulandari, S.Pd.
Guru Sejarah di SMA Negeri 4 OKU
Menurut UU No. 11 tahun 2010, Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa benda, bangunan, struktur, situs dan kawasan di darat/air. Warisan budaya yang masuk ke dalam kategori Cagar Budaya, adalah warisan budaya yang berwujud konkrit, dapat dilihat dan diraba oleh indra, mempunyai massa dan dimensi yang nyata. Contohnya bangunan, prasasti, makam, nisan dan lain-lain. Warisan budaya yang Intangible seperti bahasa, tarian dan lain-lain tidak termasuk ke dalam kategori Cagar Budaya.
Jenis-jenis Cagar Budaya antara lain, benda Cagar Budaya, bangunan Cagar Budaya, struktur Cagar Budaya, situs Cagar Budaya dan kawasan Cagar Budaya. Sesuatu dapat dikategorikan Cagar Budaya, jika memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama dan kebudayaan. Penentuan nilai penting ini dilakukan berdasarkan kajian mendalam oleh tim ahli Cagar Budaya dibantu lembaga yang berhubungan dengan kebudayaan.
Mengapa Cagar Budaya harus kita lestarikan? Karena Cagar Budaya jumlahnya terbatas, tidak dapat diperbaharui dan sebagian bersifat rapuh atau mudah rusak karena faktor usia yang sudah ratusan tahun. Selain itu, dengan melestarikan Cagar Budaya berarti kita melestarikan warisan budaya bangsa dan warisan umat manusia, meningkatkan harkat dan martabat bangsa, memperkuat kepribadian bangsa, meningkatkan kesejahteraan rakyat, dan mempromosikan warisan budaya bangsa kepada masyarakat internasional.
Indonesia memiliki banyak sekali Cagar Budaya yang tentunya harus kita lestarikan. Seperti Gedung Lawang Sewu di Semarang, Masjid Raya Sultan Riau di Tanjung Pinang, Situs Candi Sambisari di Sleman, Candi Borobudur di Jawa Tengah dan lain sebagainya.
Berdasarkan data Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumatera Selatan, terdapat 26 Cagar Budaya di Provinsi Sumatera Selatan yang sudah ditetapkan Pemerintah dan sebanyak 559 yang termasuk kategori Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB).
Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) juga memiliki Cagar Budaya yang harus kita jaga dengan baik. Agar generasi selanjutnya tetap dapat mengetahui Cagar Budaya yang ada di wilayah tempat ia tinggal. Salah satunya adalah Situs Goa harimau yang terletak di Desa Padang Bindu Kecamatan Semidang Aji.
Goa Harimau termasuk dalam kategori Cagar Budaya karena jejak-jejak peradaban masyarakat di Pulau Sumatera pada umumnya, dan masyarakat Sumatera Selatan pada khususnya dapat diteliti melalui peninggalan yang ada di Goa Harimau.
Goa Harimau ini menjadi aset yang tidak ternilai harganya, karena setelah ditemukan, di dalamnya terdapat kerangka manusia, lalu setelah diteliti oleh para arkeolog yang datang dari berbagai Negara, ternyata itu adalah fosil manusia hunian purba ras Mongoloid dan ras Australomelanesoid yang telah berumur 3 sampai 4 ribu tahun silam, yang mampu membawa nama Kabupaten OKU sampai ke Jerman karena dipamerkan disana.
Selain itu, Kabupaten OKU juga memiliki Museum Purbakala terbesar di Pulau Sumatera dan terbesar ke-2 di Indonesia, yaitu museum Goa Harimau. Letaknya tidak jauh dari lokasi Goa Putri di Desa Padang Bindu Kecamatan Semidang Aji. Sebagai masyarakat di Kabupaten OKU, kita turut bangga dengan hal tersebut.
Peran guru sejarah dalam melestarikan Cagar Budaya tentunya sangat besar. Karena guru memiliki interaksi yang cukup intensif dengan siswa, sehingga mereka dapat memberikan arahan kepada siswanya untuk dapat ikut serta melestarikan Cagar Budaya.
Pada saat pembelajaran di kelas, guru sejarah dapat menyisipkan niai-nilai luhur kepada siswanya untuk mencintai kebudayaan di tanah kelahirannya, salah satunya adalah Cagar Budaya.
Tidak dapat dipungkiri, mata pelajaran sejarah cukup erat kaitannya dengan kebudayaan, karena materi sejarah membahas kejadian-kejadian di masa lalu, salah satunya adalah kebudayaan, yang diwariskan secara turun temurun sejak zaman dahulu hingga zaman sekarang.
Generasi muda harus diberi pemahaman bahwa Cagar Budaya memiliki nilai penting baik itu dari segi pendidikan, agama, sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Dari Cagar Budaya kita dapat melihat secara langsung jejak-jejak peninggalan masa lalu yang memiliki pengaruh pada kehidupan manusia di masa selanjutnya. Jika generasi muda tidak diberikan pemahaman untuk ikut serta melestarikan Cagar Budaya, maka Cagar Budaya yang kita miliki lama kelamaan akan rusak dan hilang.
Selain menyisipkan nilai-nilai luhur, untuk menjaga Cagar Budaya di dalam kegiatan pembelajaran di kelas, guru sejarah juga dapat sesekali mengajak siswanya untuk terjun langsung melihat Cagar Budaya yang ada di daerah tempat ia tinggal maupun di daerah lain. Dengan berkunjung dan melihat langsung, tentunya siswa dapat lebih mencintai peninggalan kebudayaan bangsanya.
Melihat secara langsung bermacam peninggalan kebudaaan yang sangat mengagumkan. Seperti Candi Borobudur, Benteng Vredeburg, situs Goa Harimau dan lain sebagainya tentu lebih mudah untuk memunculkan ketertarikan di benak mereka, kemudian rasa ingin tahu mereka akan lebih besar lagi. Semakin siswa mengetahui lebih dalam tentang kebudayaan bangsanya, maka rasa cinta mereka akan semakin besar.
Seorang guru sejarah juga wajib menanamkan pengetahuan kepada siswanya bahwa Cagar Budaya adalah milik negara, sehingga tidak boleh dimiliki secara pribadi atau dipergunakan untuk kepentingan pribadi.
Jika sewaktu-waktu mereka melihat atau menemukan benda-benda yang mengandung nilai sejarah, maka mereka telah memiliki kesadaran untuk melaporkan kepada pihak yang berwenang yaitu pemerintah atau Dinas Kebudayaan dan pariwisata. Selain itu dilarang merusak Cagar Budaya, karena ada Undang-Undang yang mengatur hal tersebut.
Kepada seluruh guru sejarah di Indonesia, tetaplah semangat untuk mendidik anak bangsa agar mencintai sejarah bangsa Indonesia, karena bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai kebudayaan tanah airnya serta jasa para pahlawannya.*