Yafira 1.5

Yafira 1.5

Oleh Dahlan Iskan PESAWAT saya dibatalkan Tengah hari itu Kamis lalu Itulah pintarnya grup Lion Saya harus memajukan atau mengundurkan Tanpa protes Saya bisa memaklumi Itulah bisnis tidak boleh rugi Soal kepuasan pelanggan Pandemi Covid telah mengubah doktrin itu Posisi konsumen sangat lemah di masa seperti ini Padahal jadwal saya tidak mungkin maju atau mundur Pagi itu saya masih harus menerima beberapa tamu Termasuk podcast dengan Ketua Paguyuban Tulang Rusuk Surabaya PTRS Teguh Kinarto Saya juga tidak mungkin mengundurkan Tiga acara sudah menanti di Jakarta Apalagi sore itu juga saya harus kembali ke Surabaya lagi Sudah ada acara menanti di hari Jumat pagi di samping harus disiplin olahraga jam 05 30 Maka saya pindah ke Garuda 11 55 Sekalian kangen naik Garuda yang ternyata baik baik saja dengan penumpang nyaris penuh sekitar 80 persen Seminggu sebelumnya jadwal pesawat saya juga batal Juga grup Lion Saya terpaksa maju jam 05 00 Sebenarnya terlalu pagi Acara di Jakarta bisa dijangkau dengan pesawat jam 07 00 sehingga tidak harus mengorbankan olahraga Tapi tidak ada jadwal pesawat di sekitar itu Sejak terjadi Covid jadwal penerbangan tidak sebanyak dulu lagi Dulu ada penerbangan Jakarta Surabaya hampir setiap setengah jam Saya naik Citilink pekan lalu pagi buta itu satu satunya yang punya jadwal sepagi itu Isinya hanya 39 orang Saya hitung satu per satu penumpang yang masuk 38 orang Dalam hati saya memuji Lion meski mengecewakan Dengan penumpang 39 orang seperti itu pasti rugi Anda sudah tahu 38 x Rp 700 000 tidak perlu tulis jumlahnya Padahal Anda juga sudah tahu bahan bakar untuk menerbangkan pesawat jenis Boeing 737 jarak Surabaya Jakarta adalah Rp 27 000 000 Atau sekitar itu Bukankah penerbangan 1 jam 15 menit memerlukan bahan bakar 2 5 ton Kalikan sendiri Harganya 11 000 liter Saya tidak bisa tidur sepanjang penerbangan Saya kasihan pada Citilink Gara gara teguh dengan janji sampai harus begitu rugi Seandainya Garuda atau Citilink tidak tepat janji saya pun tidak akan ngomel memang acara di Jakarta itu sangat penting tapi yang benar benar sangat penting hanya satu Selebihnya hanya mumpung ke Jakarta Misalnya mengontrol proyek renovasi kantor move on saya Disway National Network DNN Kan bisa dikontrol lewat WFH Di zaman penerbangan masih ramai saya biasa mengejar pesawat jam 21 00 Agar kian banyak pekerjaan yang bisa diselesaikan Kini tidak ada lagi penerbangan jam 21 00 Jam 20 00 pun tidak ada lagi Yang jam 19 00 juga hilang Penerbangan terakhir pukul 18 00 Padahal acara terpenting saya di Gatot Subroto Jakarta baru mulai pukul 16 00 Itu kalau tidak molor Saya coba cari cadangan pesawat Jakarta Solo Dari Solo saya bisa ke Surabaya jalan darat hanya 2 jam Pesawat Jakarta Solo ternyata lebih sedikit lagi berakhir lebih awal Saya juga cari cadangan jadwal Jakarta Semarang bisa disambung jalan darat 3 jam Justru ke Semarang berakhir pukul 16 00 Saya tetapkan plan B kalau saja tidak berhasil mengejar pesawat pukul 18 00 saya akan jalan darat lagi Istirahat di Cirebon dulu nbsp sambil rapat di situ Pukul 03 00 berangkat ke Surabaya Lima jam kemudian pukul 09 00 sudah bisa sampai tempat acara di Surabaya Hanya saja sekali lagi harus mengorbankan olahraga pagi benci sekali Ternyata semua itu tidak perlu Saya bisa pamit duluan dari acara terakhir di Jakarta Pesawat jam 18 00 pun terkejar Bahkan masih sempat menulis naskah Disway di ruang tunggu yang banyak dikomentari sebagai tumben tidak bermutu itu Yang penting olahraga pagi keesokan harinya tidak jadi absen Hari Jumat kemarin itu saya ditunggu di Lamongan di sebuah desa yang saya belum pernah ke sana Pagi itu hujan lebat Sejak sebelum senam dansa berakhir Hujan yang merata Tanpa hujan pun jalan menuju Lamongan selalu macet ada perbaikan yang berbulan bulan Saya harus berangkat lebih awal bila perlu salat Jumat di desa itu saja Memang akan ada waktu satu jam menganggur Setelah salat Jumat Tapi bukankah sesekali harus ada masa menganggur Meleset Lalu lintas lebih berat dari yang berat Akhirnya saya salat Jumat di satu desa sebelum lokasi masjid Muhammadiyah Saya tidak melihat ada perbedaan dengan masjid NU semua jamaahnya pakai sarung Sebelum bacaan surah pun imamnya juga membaca Bismillah Ohh Ada Tidak ada wiridan Begitu salat selesai sang imam naik podium lagi Ia menyampaikan nbsp pengumuman entah apa karena saya juga lamcing habis salam langsung melencing pergi Saya terus menyusuri jalan desa itu Pakai Tesla Kanan kiri jalan terhampar tambak tradisional Tidak habis habisnya Air hujan nbsp memenuhi kolam Itulah ciri khas desa desa di hampir seluruh kecamatan Turi Tambak Tambak Tambak Di musim hujan seperti ini memang tidak ada yang bisa ditanam di situ kecuali ikan Genangan air terlalu besar di kawasan ini Boleh dikata air hujan dari seluruh Lamongan parkir di sini Itu bukan genangan masa lalu Itu genangan sampai masa kini Baru di musim kemarau petani justru bisa menanam padi Tambak di kawasan Turi ini khas tambak hybrid Ikan dipelihara bersama dengan udang Udangnya pun sudah udah masa kini udang vaname Yang lebih tahan penyakit Tentu banyak parit di kawasan ini dengan jembatannya yang tinggi Sesekali terdengar bunyi bagian bawah mobil memukul beton jembatan Tambak desa tambak desa Silih berganti Ini tambak tradisional Banyak pohon pisang di tanggul tanggul tambak itu Begitu masuk desa Keben saya terpana terlihat ada gedung modern yang masih baru Berarti itulah gedung tinggi yang mengundang saya Saya berhenti mendadak di jalan sempit itu Bagus sekali kalau bisa memotret gedung tersebut dari kejauhan dengan latar depan rumah pedesaan dan air tambak Terasa kontras sekali tradisional dan modern jadi satu Dari jalan kecil ini saya harus belok kanan ke jalan menurun yang lebih kecil Lalu belok kanan lagi Sampailah di gedung itu Gedung Yafira 1 5 Itulah gedung perusahaan marketplace internet service provider dan crypto PT Yafira Digital Technology Saya diminta datang ke situ Dan itulah yang membuat saya mau ke desa itu sekalian melihat bagaimana perusahaan digital didirikan di sebuah desa tambak di pelosok Lamongan Betapa kontrasnya Tapi itulah bukti senyatanya Zaman baru tidak membedakan kota dan desa Perusahaan digital ini didirikan warga desa itu Jack Umur 31 tahun Jack adalah alumnus SMK Pondok Pesantren Darul Ulum Itulah satu dari 4 pondok bintang sembilan di Jombang Ayah Jack petani tambak Luas tambaknya hanya 4 000 meter Jack tidak sampai hati minta uang ke orang tua untuk kuliah Begitu tamat SMK ia pilih merantau ke Jakarta Kerja apa saja Terutama yang terkait dengan pengembangan website dan software Setelah 12 tahun di Jakarta Covid masuk Indonesia Jack terpikir ayah ibu dan adik satu satunya nbsp wanita Jack memutuskan untuk pulang ke desa di Lamongan itu Ia membawa serta istri dan anaknya Rumah ayahnya itulah yang ia jadikan pusat operasi perusahaan digitalnya Dinding kayu tua ia ganti dengan beton Ia bangun gedung tiga lantai Yang terbawah nbsp untuk kamarnya kamar bapak ibunya dan kamar adiknya Lantai dua dan tiga untuk operasi perusahaan Di atas lantai tiga itu untuk gym beratap dan kolam renang menghadap langit Semua itu untuk karyawannya kini lebih 100 orang Rumah rumah desa di sebelah sebelahnya kini ikut berubah Menjadi rumah modern untuk kos kosan karyawan Yafira Gedung baru Yafira 1 5 hanya 300 an meter dari rumah orang tuanya itu Usaha digitalnya berkembang pesat Satu kantor tidak lagi cukup Jack sebenarnya ingin membangun gedung yang megah dan tinggi Seperti di kota besar Tapi itu memakan waktu lama Ia perlu tambahan kantor mendesak Sebagai jalan tengah Jack membangun dulu Yafira 1 5 Berarti kelak akan ada Yafira 2 0 yang megah Dan seterusnya Saya diperkenalkan dengan adiknya yang cantik itu Masuliyah Azaliyatul Afidah Dipanggil Aza Umurnyi baru 20 tahun Masih di semester 4 teknik perminyaan Geologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Aza menjabat direktur di Yafira Satu satunya direktur Jack sendiri tidak menjabat apa apa Ia pendiri dan otaknya Jack sangat mencintai adiknya itu Ia yang membiayai sang adik kuliah di Gadjah Mada Ia juga yang menginginkan agar si adik lebih maju dari dirinya Aza Wanita Di desa Umur 20 tahun jadi direktur perusahaan digital yang maju Saya mengaku kalah melihat Jack di desa Lamongan ini Beda umur ternyata beda pandangan dalam berbisnis Ia kembali ke desa Ia berkembang begitu pesat Ia begitu memikirkan keluarga Lewat digital Jack membangun desanya Jack adalah nama globalnya Itu namanya di dunia digital Orang orang di luar negerilah yang pertama memanggilnya Jack Lalu jadi nama panggilan yang lebih populer dari nama aslinya Muhammad Aminuddin

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: