Petir Politik

Petir Politik

--

oleh: Dahlan Iskan

TIDAK ada mendung dan hujan, tapi petir menyambar langit politik Indonesia. Asal petirnya Anda sudah tahu: dari gedung Mahkamah Konstitusi.

Bunyi petir itu: "Presiden yang sudah menjabat dua periode boleh menjadi calon wakil presiden". Kurang lebih begitu ucapan Fajar Laksono, juru bicara Mahkamah Konstitusi yang tersiar di media kemarin.

Maka riuhlah jagat politik nasional. Pandangan langsung mengarah ke Presiden Jokowi. Ada apa kok MK tiba-tiba menyuarakan hal sensitif itu. Juru bicara memang bukan ketua MK. Tapi juru bicara adalah corong resmi MK.

"Pasti itu ada perintah dari ketua. Setidaknya seizin ketua," ujar salah satu pengamat politik.

Ada juga komentar yang agak lucu: gong itu biasanya ditabuh paling belakang, kok ini ada gong dipukul duluan. Maksudnya, sekarang ini kan tidak ada persoalan apa-apa. Masyarakat juga tidak sedang memperbincangkan isu itu. Kok tiba-tiba muncul pendapat MK seperti itu. Maka kecurigaan pun ke mana-mana.

"Mungkin ini karena upaya untuk bisa tiga periode sudah mentok. Perlu jalan lain," ujar netizen. "Mungkin presiden yang sekarang akan jadi calon wapres. Setelah pemilu, presidennya berhalangan tetap. Meninggal sendiri, dimeninggalkan atau mengundurkan diri," ujar yang lain dengan penuh spekulasi.

Sang juru bicara menegaskan: sama sekali tidak ada larangan di konstitusi. Presiden yang sudah menjabat dua periode tidak dilarang menjadi cawapres.

Ada yang mendebat pendapat itu. Katanya: esensi larangan di konstitusi adalah agar tidak ada yang menjabat tiga periode. Kalau Pak Jokowi jadi wapres, lalu presidennya berhalangan tetap bagaimana?

Pokoknya ramai. Ada yang berpegang filosofi hukum. Ada yang menganut formal hukum. Ada pula yang mendasarkan pada etika hukum. 

Yang seperti itu sudah terjadi di luar negeri. Di Rusia. Vladimir Putin sudah dua kali menjabat presiden. Untuk periode berikutnya Putin cukup menjadi perdana menteri. Ia minta Dmitry Medvedev tukar jabatan. Perdana menteri itu jadi presiden. Presiden Putin jadi perdana menteri. Tapi yang riil berkuasa Putin.

Periode berikutnya tukar lagi. Putin sudah boleh jadi presiden lagi. Medvedev kembali jadi perdana menteri. Lalu Medvedev mengundurkan diri. Bersama seluruh menterinya. Bukan karena ngambek. Ia ingin memberi jalan kepada Putin untuk lebih berkuasa. Putin saat itu lagi melakukan amandemen konstitusi.

Putin dianggap sukses memimpin Rusia. Juga dicintai oleh rakyatnya. Kekuasaannya harus diperpanjang. Dengan cara apa pun. Tanpa melanggar konstitusi. 

Mungkin ada yang menganggap Putin memainkan konstitusi. Tapi ia tidak melanggar. Bahwa kini jadi presiden lagi kan itu bukan periode ketiga. Itu periode pertama yang kedua. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: