Penyesalan Panggung

Penyesalan Panggung

--

Oleh: Dahlan Iskan

PENYESALAN pun seperti tak kan  pernah terbayar. Lihatlah pemberitaan di media di luar negeri. "Lebih 100 orang dibunuh polisi" bunyi spanduk berbahasa Inggris di stadion sepak bola di Jerman. Fotonya tersebar di berbagai media.

Sangat menyakitkan polisi kita. 

The New York Time, koran paling bergengsi di dunia, juga begitu menyudutkan polisi Indonesia. Pun sampai anggaran pembelian gas air mata diungkap di situ.

Padahal mungkin saja yang menembakkan gas air mata itu tidak sadar bahwa itu melanggar aturan sepak bola. Padahal yang menendang dan memukul suporter itu mungkin tidak tahu bahwa menangani aksi massa di sepak bola berbeda dengan menangani demo anarkis. Suporter sepak bola mungkin memang banyak yang nakal. Tapi kenakalan harus dibedakan dengan kejahatan. Saya mengategorikannya nakal. Bukan jahat.

Kini suporter Aremania-Aremanita bersatu solid. Pun suporter dari berbagai klub sepak bola. Korban begitu besar: 131 orang meninggal. Bergelimpangan.

"Kita kawal penyelidikan tragedi ini," ujar Sam Antok Baret. "Jangan sampai ada rekayasa," katanya. Antok Rabu lalu didaulat untuk orasi di depan Aremania. Ia tinggal di Jakarta. Tapi diminta pulang oleh Aremania. Untuk ikut mengawal penyelidikan tragedi Kanjuruhan itu.

"Saya akan tinggal di Malang sampai urusan ini selesai," katanya. Antok, Anda sudah tahu: tokoh yang dianggap preman Blok M Jakarta. Ia asli Malang. Setiap Arema main di Jakarta, selalu ia tampung di Blok M. Ia tokoh sentral Aremania di Jakarta.

Pada dasarnya Antok itu seniman. Sejak di sekolah teknik negeri (setingkat SMP) ia sudah pegang gitar. Tapi juga sering berkelahi. Dan selalu menang. Ia lanjut ke STM di Bangkalan, ikut kakaknya yang jadi guru di Madura. Masih aktif bergitar. Kian aktif berkelahi. Tak terkalahkan.

Hanya sebentar kuliah di teknik sipil ITN Malang, Antok merantau ke Jakarta. Tanpa tujuan. Tanpa tempat tinggal. "Saya tidur di Masjid Mutia. Selama satu tahun," katanya.

Setelah itu ia ngamen di Blok M. Saat itulah gitar salah satu pengamen hancur. Dirusak preman yang minta uang pada anak itu. Sebagai sesama pengamen, Antok mencari siapa yang sok jagoan berani merusak gitar pengamen itu. Ketemu. Ia hajar. Mulailah para preman Blok M tunduk pada Antok. Ia pun membentuk Kelompok Pengamen Jakarta (KPJ) yang terkenal itu. Pengamen pun bersatu. Aman. 

Tinggi badannya 180 cm. Kekar. Ideal untuk adu fisik. Ia pesilat sejak SD. Lalu karateka sejak SMP. Ia suka menolong. Perantau dari Malang ia beri pertolongan dan perlindungan. Juga yang dari Surabaya. Ia tidak membedakan Arek Malang atau Arek Suroboyo. Pokoknya Arek.

Kini umurnya sudah 65 tahun. Masih gagah dan wibawa. Pidatonya di Malang kemarin masih agitatif. Lihatlah videonya. Namanya lebih terkenal sebagai Antok Baret. Yakni sejak rekaman lagu bersama Iwan Fals. Iwan-lah yang memberi nama itu. Diambil dari kebiasaan Antok mengenakan Baret. Pun sampai sekarang.

Ia preman yang juga pencipta lagu. Sudah sulit menghitung lagu yang ia ciptakan. Salah satunya: Laskar Bingung Menyerbu Jakarta. Ia sendiri yang menyanyikannya. Ada sembilan lagu di album Laskar itu. Yang enam lagu ciptaannya sendiri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: