“Kami mungkin berbeda keyakinan, tapi kami tetap satu keluarga besar di Karang Manik. Gotong royong sudah jadi bagian dari hidup kami,” ujarnya.
Acara malam itu ditutup dengan makan bersama. Nasi takir yang dibawa masing-masing warga dibuka dan dinikmati bersama sebagai lambang kebersamaan. Tak mewah, tapi penuh kehangatan.
BACA JUGA:Nusron Wahid Tegas Tolak Alih Fungsi Sawah LP2B: Satu Jengkal Pun Jangan Tergadai
Di saat dunia kerap diguncang oleh isu intoleransi, Karang Manik justru tampil sebagai contoh nyata bahwa kebersamaan bisa tumbuh dari tradisi sederhana.
Tradisi ini menjadi bukti bahwa harmoni tidak harus dibangun lewat aturan yang kaku, tetapi lewat keseharian yang dijalani dengan tulus.
Desa Karang Manik menunjukkan bahwa keberagaman, jika disertai kearifan lokal, justru dapat menjadi kekuatan yang mempererat.