1.717 Perceraian dalam Dua Tahun, DPRD OKU Timur Sebut Alarm Sosial Serius

Rabu 26-11-2025,07:00 WIB
Reporter : Kholid
Editor : Gus Munir

OKES.NEWS - Tingginya angka perceraian di Kabupaten OKU Timur kembali menjadi perhatian serius. 

Sorotan ini muncul dalam rapat paripurna DPRD OKU Timur, Selasa (25/11/2025), ketika Anggota DPRD Fraksi NasDem, Junaidi Majid, menyampaikan intrupsi terkait lonjakan kasus yang terjadi dalam dua tahun terakhir.

Junaidi menilai peningkatan tersebut merupakan “alarm sosial” yang seharusnya segera direspons pemerintah daerah. 

Ia memaparkan data yang cukup memprihatinkan: pada 2023 terdapat 830 kasus perceraian yang terdiri atas 625 cerai gugat dan 205 cerai talak. 

Angka itu kembali naik pada 2024 menjadi 887 kasus—terdiri dari 698 cerai gugat dan 189 cerai talak.

BACA JUGA:Samsung Galaxy A77 Muncul di Geekbench Pakai Chipset Baru Mirip Exynos 2400!

“Dalam dua tahun saja sudah 1.717 kasus perceraian. Ini bukan sekadar statistik, tapi gambaran kondisi sosial yang sangat mengkhawatirkan,” ujarnya.

Yang cukup menonjol, kata Junaidi, adalah tingginya jumlah cerai gugat. Dari total kasus dalam rentang dua tahun, 1.323 di antaranya diajukan oleh pihak istri.

Ia menilai fenomena ini harus menjadi perhatian serius bagi pemerintah daerah, lembaga sosial, hingga tokoh masyarakat. 

Terlebih lagi, kata Junaidi, kondisi ini ironis jika dibandingkan dengan program isbat nikah terpadu yang telah dilaksanakan Pemkab OKU Timur sejak 2021 hingga 2025, yang berhasil mengesahkan 1.410 pasangan secara hukum.

“Pemerintah membantu warga mengesahkan pernikahan, tetapi di sisi lain angka perceraian yang terjadi malah lebih tinggi. Artinya ada masalah mendasar yang perlu dicari penyebabnya,” tegasnya.

BACA JUGA:Kebakaran Rumah Dua Lantai di Ulu Ogan OKU termasuk Mobil, Kerugian Capai Rp250 Juta

Junaidi juga menyinggung laporan masyarakat terkait adanya perkara perceraian yang diputus hanya dalam satu kali sidang. 

Ia menilai hal tersebut bertentangan dengan aturan yang mewajibkan mediasi dalam sidang pertama, sebagaimana diatur dalam UU Perkawinan, PP 9/1975, serta Kompilasi Hukum Islam (KHI).

“Perceraian tidak boleh menjadi sesuatu yang instan. Mediasi wajib dilakukan. Jika ada putusan dalam sekali sidang, berarti ada tahapan yang tidak dijalankan. Pengadilan Agama jangan mudah mengabulkan permohonan cerai,” ujarnya.

Kategori :