Kerja Prakerja

Kerja Prakerja

--

Dalam tiga minggu program sudah harus jalan. Malam pertama diluncurkan, ternyata langsung ''meledak''. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto yang mengumumkannya pukul 19.00. Malam itu juga, sebelum tengah malam, sudah 3 juta pendaftar. Hengki harus menambah terus kapasitas server-nya. Untung tidak sempat jebol. "Setiap ada laporan mulai melambat, langsung tambah server," ujar Hengki.

Tentu tidak semua pendaftar bisa diterima. Jumlah yang mendaftar jauh melebihi kapasitas pelatihan. Maka pendaftar yang memiliki bobot tertinggilah yang diterima lebih dulu. Yang terkena PHK memiliki bobot lebih tinggi. 

Sebelum itu telah ditentukan dulu kuota per provinsinya. Itu disesuaikan dengan jumlah penduduk, jumlah penderita Covid-19 dan jumlah yang terkena PHK.

Maka dari pendaftar tiap provinsi, dilihat dulu siapa yang terkena PHK, muda, dan kriteria lain. Masing-masing ada bobotnya. Sampai jumlahnya memenuhi kuota per-gelombang.

Sekarang ini misalnya, sudah melakukan pelatihan gelombang ke-47. Itu gelombang terakhir tahun ini. Satu gelombang ini saja yang diterima 1,4 juta peserta. Jumlah penerimaan tiap gelombang tidak sama. Tergantung alokasi anggaran yang tersedia saat itu.

Yang jelas sampai dengan November lalu sudah 16 juta lebih yang memanfaatkan Kartu Prakerja. Tiap orang mendapat jatah kursus senilai Rp 1 juta. Peserta yang sudah mendapat pelatihan diberi dua hal: sertifikat dan uang insentif. 

Sertifikat diberikan secara digital tapi bisa dicetak sendiri-sendiri. Sedang uang insentif besarnya Rp 2,4 juta. Tidak dibayarkan sekaligus, melainkan 4 kali (4 bulan).

Di lain pihak, siapa pun yang punya lembaga kursus bisa mendaftar ke Kartu Prakerja. Tentu lembaga pelatihan tersebut harus ikut seleksi. Yang melakukan seleksi adalah tim dari universitas terkemuka seperti UGM, Unair, UI, Atma Jaya, dan yang lain.

Begitu lembaga kursus itu lolos seleksi, mereka boleh ''menjual diri'' di lapak yang juga sudah lolos seleksi. Saat ini ada Tokopedia, Bukalapak, Kemnaker, Pijar, Karier.mu, dan Pintar.

Peserta Kartu Prakerja bebas memilih kursus apa, di lembaga kursus yang mana, lewat aplikasi yang tersedia.

Peserta bebas menggunakan jatah biaya kursus sebesar Rp 1 juta tadi. Boleh pilih kursus yang termahal, boleh juga yang termurah. Sebaliknya, lembaga kursus. Mereka bersaing. Lebih baik, lebih murah. Di awal program sampai ada lembaga kursus yang hanya pasang tarif Rp 50.000/orang. Yakni untuk kursus online selama dua jam. Sekarang standar pelatihan dinaikkan menjadi minimal 6 jam.

Yang menawarkan harga begitu murah itu mungkin berpikir untuk mengejar peserta sebanyak-banyaknya. Kalau misalnya bisa meraih 5000 peserta, lumayan juga: Rp 250 juta.

Sebaliknya ada lembaga kursus yang tarifnya Rp 250.000/orang. Pesertalah yang menentukan pilih yang mana. Di situ terjadi mekanisme pasar hampir sepenuhnya.

"Ada peserta yang pintar sekali. Dia bisa menggunakan jatah Rp 1 juta itu untuk 18 kursus," ujar Denni. Kok bisa? Bisa! Persaingan antar lembaga kursus itu menawarkan banyak potongan harga. Juga ada yang memberi bonus tambahan kursus.

Tentu ada juga yang hanya mengharapkan insentif Rp 2,4 juta tanpa mau belajar. Maka ia hanya ikut satu kursus. Katakanlah yang tarifnya Rp 250.000. Berarti jatah kursusnya masih tersisa Rp 750.000. Apakah sisa jatah kursus bisa dicairkan?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber:

Berita Terkait

OKU

7 bulan