Buku Obor

Buku Obor

Dahlan Iskan-foto ist-

Oleh:Dahlan Iskan

SAYA makan sop kaki kambing di pinggir Jalan Plaju, Jakarta. Di kaki lima. Waktu tolah-toleh terbaca papan nama: Penerbit Obor. Berarti di belakang sop kaki kambing ini lembaga yang menerbitkan buku saya: Teladan dari Tiongkok.

Saya melangkah ke kantor itu. Masih tutup. Saya ketuk pintunya. Saya intip ada setumpuk buku baru di dalamnya: buku saya itu. Maka kepada penjaga kantor saya memperkenalkan diri: si penulis buku. Lalu saya minta satu. Diberi dengan ragu.

Obor-lah yang punya ide. Berbagai tulisan saya tentang Tiongkok dijadikan satu. Agar bisa menjadi sebuah buku. Novi Basuki yang jadi editornya. Saya tidak keberatan. Jadilah. 

Buku itu diluncurkan kemarin. Di gedung Perkumpulan INTI (Indonesia Tionghoa), Kemayoran. Saya sudah punya bukunya sebelum secara resmi diserahkan ke penulisnya.

Tapi yang terpenting dalam acara itu bukanlah saya. Ada bintang baru dalam hubungan dengan Tiongkok. Namanya: Novi Basuki. Ia lulusan pesantren NurulJadid, Paiton, Probolinggo. Ia lebih orang pesantren dibanding saya: selalu pakai kopiah. 

Dan lagi Novi sekolah di Tiongkok: sejak S-1, S-2, sampai S-3. Disertasi doktornya ditulis dalam bahasa Mandarin.

Kini Novi redaktur Harian Disway. Ia, bersama Annie Wong,  mengasuh rubrik Cheng Yu, pepatah Tiongkok yang sering terdiri dari empat kata itu.

Idenya lahir dari kenyataan sehari-hari: begitu banyak orang tua Tionghoa yang mengajarkan filsafat hidup ke anak mereka lewat chengyu. Tapi kian lama kian redup. 

Novi menghidupkannya kembali.

Dulu hampir saja saya memanggilnya Mbak Novi. Ternyata laki-laki. Memang Novi bukan nama saat ia dilahirkan. Nama lahirnya Jari. Ia jatuh sakit-sakitan. Sakit berat. Itu disebabkan nama yang tidak cocok. Bagi yang percaya. Lalu nama Jari diganti Dedi. Masih sakit. Diganti lagi dengan Baihaqi. Tidak juga sembuh. Lalu diganti Novi Basuki. Sampai sekarang.

"Sama-sama nama wanita saya sebenarnya lebih suka nama Septi," guraunya. "Saya kan lahir bulan September, bukan November".

Di balik sikap pendiamnya Novi punya banyak humor tentang dirinya. Misalnya ia suka bilang dilahirkan di ketinggian setara dengan apartemen 15 lantai.

Maksudnya: ia lahir di lereng gunung Argopuro, Situbondo bagian selatan. Ayahnya membuka toko di desa itu. Sekaligus petani. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber:

Berita Terkait