Percepat Reforma Agraria dan RDTR untuk Dukung Investasi

Percepat Reforma Agraria dan RDTR untuk Dukung Investasi

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, --

Magelang, OKES.NEWS – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, menekankan pentingnya percepatan Reforma Agraria dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dalam mendorong investasi.

Hal ini disampaikannya saat memberikan pembekalan kepada kepala daerah dalam acara Magelang Retreat di Komplek Akademi Militer Magelang, Kamis (27/2/2025).

Dalam pemaparannya, Menteri Nusron menyoroti masih adanya 14,4 juta hektare tanah yang belum terpetakan dari total 70 juta hektare Areal Penggunaan Lain (APL) di Indonesia.

Ia menegaskan bahwa percepatan sertifikasi tanah akan memberikan kepastian hukum dan meningkatkan penerimaan negara, termasuk dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang mencapai Rp23 triliun per tahun.

BACA JUGA:Menteri Nusron: Tanah Harus Punya Fungsi Sosial

BACA JUGA:Wamen ATR/Waka BPN Lantik MPPP dan MPPW untuk Perkuat Pengawasan PPAT

Reforma Agraria juga menjadi perhatian utama, terutama dalam redistribusi Tanah Objek Reforma Agraria (TORA). Ia mengingatkan adanya risiko moral hazard dalam penentuan penerima tanah oleh pemerintah daerah.

“Sering kali tanah jatuh ke tangan yang tidak berhak, sementara mereka yang seharusnya menerima justru terabaikan,” ujar Nusron.

Selain itu, ia menyoroti lambatnya revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang berdampak pada minimnya RDTR untuk perizinan investasi.

Dari target 2.000 RDTR yang dibutuhkan, baru 619 yang tersedia. “Kepala daerah harus segera mempercepat penyusunan RDTR agar tidak menghambat investasi,” tegasnya.

BACA JUGA:Wamen ATR/BPN Ossy Resmikan Gedung Arsip Kantah Majalengka, Tekankan Pelayanan Prima

BACA JUGA:5 Remaja Diduga Terlibat Tawuran Diamankan Polisi

Di hadapan para kepala daerah, ia juga menekankan pentingnya konversi sertipikat tanah lama, ketepatan administrasi pertanahan, serta perlindungan lahan sawah dari alih fungsi.

“Sekitar 80% sengketa tanah disebabkan oleh ketidakakuratan data riwayat tanah dan surat keterangan desa. Ini harus kita benahi bersama,” tambahnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: