Dari Silangit mereka ke Padang Sidempuan. Tujuh jam perjalanan. Mereka ke makam kakek-nenek Yosua dari pihak ayah.
Di wilayah barat Sumut itu mereka juga mengadakan kebaktian. Di tengah kebaktian itulah kakak sulung Yosua menerima telepon dari adiknyi di Jakarta. Itulah telepon duka: Yosua meninggal.
Si sulung menjawil badan Sang ayah. Agar Sang ayah mau menerima telepon dari Jakarta. "Ada berita duka," ujarnyi.
Sang ayah lagi khusyuk kebaktian. "Nanti saja. Masih kebaktian," ujar Samuel, sang ayah, tanpa memahami itu soal nasib anaknya.
Sesaat kemudian ganti adik bungsu yang menjawil Sang ayah. "Terima telepon ini. Yosua meninggal," ujar si bungsu.
Kebaktian pun diakhiri. Mereka langsung naik mobil kembali ke Jambi. Perjalanan yang amat jauh. Mereka tidak sempat menyambut jenazah di bandara Jambi. Bahkan telat pula sampai rumah. Perjalanan itu memakan waktu hampir 20 jam.
Setelah sampai rumah keluarga ingin segera membuka peti jenazah.
"Ada anggota Polri yang menyampaikan ke kami peti jenazah tak boleh dibuka," katanya kepada Andri Brilliant Avolda, wartawan Jambi Ekspres, grup Disway.
Namun Samuel ngotot. Ia cari alasan: untuk menambah formalin. Agar tidak cepat busuk.
"Saat itu ada keluarga yang ahli menyuntikkan formalin. Akhirnya dibolehkan dibuka," ujar Samuel.
Setelah melihat jenazah itulah keluarga langsung memotret bagian tubuh Joshua yang dianggap janggal. "Kami lihat rahang bergeser. Perut sudah dijahit. Ada luka sayatan di jari," katanya.
Itu akan terlihat kembali kalau kuburan dibongkar dan mayat diotopsi kembali. "Kami siap membongkar kuburan. Tapi belum ada kepastian kapan dilakukan. Pengacara kami juga belum diberi tahu," ujar Samuel kemarin.
Saya penasaran dengan single image itu. Akankah jadi perkara hukum. Atau akan jadi fakta. (*)