Hukum Menikah Beda Agama. Begini Penjelasannya!

Hukum Menikah Beda Agama. Begini Penjelasannya!

MEYEM SAMTIKA, S.H.-ist-

Dalam rumusan ini diketahui bahwa tidak ada perkawinan di luar hukum masing-masing agama dan kepercayaan. Hal ini sudah diterangkan beberapa pasal dalam Instruksi  Presiden Republik Indonesia no 1 tahun 1991 tentang Komplikasi Hukum Islam (KHI) sebagai berikut:

Pasal 4 perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan pasal 2 ayat 1 undang-undang no 1 tahun 1974 tentang perkawninan

Pasal 40 dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita karena keadaan tertentu:

1.      Karena wanita yang bersangkutan masih terikat suatu perkawinan dengan pria lain.

2.      Seorang wanita yang masih berada dalam masa iddah dengan pria lain.

3.      Seorang wanita yang tidak beragama Islam.

Pasal 44 seorang wanita Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang pria yang tidak beragama Islam.

Pasal 61 tidak sekufu tidak dapat dijadikan alasan untuk mencegah perkawinan kecuali tidak sekufu karena perbedaan agama atau Ikhtilaf Al-Dien.

Berdasarkan penjelasan diatas perkawinan yang dilakukan diwilayah hukum Indonesia harus dilakukan dengan satu jalur agama.

Yang artinya perkwaninan beda agama tidak diperbolehkan untuk dilaksanakan dan jika tetap dipaksakan untuk melakukan pernikahan itu tidak sah dan melanggar Undang-Undang jadi menurut hukum positif yang berlaku yaitu undang-undang no 1 tahun 1974 tentang perkawinan tidak mengenal perkawinan beda agama.

Sehingga pernikahan beda agama belum bisa diresmikan di Indonesia pernikahan pasangan beragama Islam dicatatkan dikantor urusan agama (KUA) dan pernikahan pasangan beragama lain selain Islam dicatat dikantor catatan sipil (KCS).

Kemudaratan dari perkawinan beda agama ini justru dianggap masih lebih besar sehingga penghindaran atau menutupnya dipandang menjadi pilihan utama sesuai dengan kaidah fiqih yang berbunyi Dar’u Al Makfasid Muqoddamun Ala Jalb Mashalih.

Akibat Hukum

Euis, guru besar UIN Sunan Kalijaga mengatakan tentang kajian hukum normatif dan empiris tentang perkawinan beda agama yang dapat menimbulkan beberapa akibat secara hukum, psikologis dan sosial.

Secara Yuridis perkawinan beda agama menimbulkan persoalan hukum keabsahan yang berkaitan dengan pencatatan perkawinan, status hukum anak yang dilahirkan termasuk pula didalamnya tentang perwalian dan kewarisan, dan kewarisan antar pasangan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: