Kisah Ferdi, Tukang Tambal Ban Keliling Satu-satunya di Martapura

Meski biasanya beroperasi dari pagi hingga sore, Ferdi tak jarang menerima panggilan malam hari. Jika jarak dan kondisi memungkinkan, ia tetap berangkat. 

Namun bila terlalu jauh atau situasi tidak mendukung, pekerjaan akan dijadwalkan ulang keesokan hari. Baginya, selama masih mampu, ia akan berusaha membantu.

Keputusan membuka jasa tambal ban keliling berawal dari rasa empati. Ferdi kerap menyaksikan pengendara mogok di jalan akibat ban bocor, terutama ibu-ibu yang harus mendorong motor di bawah terik matahari atau hujan. 

“Sering lihat orang kesusahan di jalan, dari situ terpikir untuk coba buka tambal ban keliling,” tuturnya.

Perjalanan usahanya tidak selalu mudah. Pada masa awal, panggilan nyaris tak ada. Bahkan pernah seharian tanpa satu pun pelanggan. 

Untuk bertahan, Ferdi harus bekerja sambilan sebagai tukang ojek, menggunakan motor yang sama, dengan harapan usaha tambal ban kelilingnya suatu hari bisa berkembang.

Seiring waktu, kepercayaan mulai tumbuh. Dari rekomendasi mulut ke mulut, nomor telepon Ferdi semakin dikenal. Pelanggan yang pernah ditolongnya menyebarkan jasanya kepada keluarga dan teman. 

Kini, hampir setiap hari ada panggilan masuk, membuat usahanya jauh lebih stabil dibanding masa awal.

Di balik peralatan sederhana dan keterbatasan modal, Ferdi menyimpan rasa bangga. Ia tak sekadar menambal ban, tetapi juga menghadirkan rasa aman bagi pengendara. 

Dalam diam, ia menjadi bagian dari denyut kehidupan Martapura—datang ketika dibutuhkan, lalu melanjutkan perjalanan.

Saat senja mulai turun, Ferdi kembali menyalakan motor tuanya. Kotak peralatan di belakang bergoyang mengikuti laju kendaraan. Entah menuju ujung kota atau sudut perkampungan, ia selalu siap berangkat.

Bagi Ferdi, selama masih ada ban bocor dan orang yang membutuhkan pertolongan, roda kehidupannya akan terus berputar.

Sumber: