PGE Dorong Paradigma Baru Pengembangan Energi Panas Bumi untuk Transisi Energi Nasional

PGE Dorong Paradigma Baru Pengembangan Energi Panas Bumi untuk Transisi Energi Nasional

2. Kiri ke Kanan --_ Direktur Utama PGE, Julfi Hadi, Direktur Panas Bumi Ditjen EBTKE KESDM, Gigih Udi Atmo, dan Associate Partner McKinsey & Co., Jakarta Martin Santoso -ist-

JAKARTA- OKES.NEWS, PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGE) terus berupaya menjadi motor utama dalam pengembangan energi panas bumi di Indonesia. Pada ajang Indonesia International Sustainability Forum (ISF) 2024, PGE memperkenalkan paradigma baru yang menekankan pentingnya kolaborasi antar pemangku kepentingan. Langkah ini dilakukan guna mempercepat pengembangan energi panas bumi yang menjadi tulang punggung transisi energi nasional.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut B. Pandjaitan, dalam sesi pleno ISF 2024, menekankan bahwa percepatan transisi energi memerlukan komitmen kolektif dari berbagai pihak. Mulai dari pemerintah, industri, hingga investor, semua perlu berkolaborasi untuk mewujudkan transisi energi yang berkelanjutan.

Sejalan dengan visi tersebut, Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati, menyebutkan bahwa energi panas bumi adalah solusi terbaik bagi Indonesia. Dengan karakteristiknya sebagai sumber energi baseload, panas bumi mampu mendukung perjalanan Indonesia menuju energi bersih.

Julfi Hadi, Direktur Utama PGE, menyatakan bahwa paradigma baru dalam pengembangan energi panas bumi sangat penting. Ia mengungkapkan, selama ini belum ada cara baru yang diimplementasikan untuk pengembangan panas bumi, padahal percepatan pengembangan ini dibutuhkan dalam waktu 6-8 tahun ke depan guna mencapai target 7 GW pada tahun 2033.

BACA JUGA:Tingkatkan Pelayanan, Dinas KB Terus Berikan Pendampingan Posyandu Lansia

Strategi utama yang diusung oleh PGE untuk mewujudkan paradigma baru ini meliputi tiga poin. Pertama, pembaruan model bisnis dengan pengembangan bertahap di wilayah kerja panas bumi, sehingga dapat mengoptimalkan biaya dan meningkatkan peluang keberhasilan proyek.

Kedua, pengurangan biaya pengembangan per unit melalui pemanfaatan teknologi baru dan peningkatan volume operasi. Hal ini dapat dicapai melalui kolaborasi antar pengembang panas bumi untuk menciptakan pasar yang lebih solid dan mengkonsolidasikan permintaan energi.

Ketiga, diversifikasi bisnis yang mencakup pengembangan usaha terkait seperti hidrogen hijau dan amonia hijau, serta manufaktur lokal untuk komponen pembangkit listrik panas bumi. Diversifikasi ini penting agar pengembang panas bumi tidak hanya bergantung pada bisnis kelistrikan saja.

Julfi juga menekankan pentingnya dukungan pemerintah dalam bentuk insentif, seperti akses ke pinjaman lunak dan penjualan kredit karbon internasional. Dukungan ini diperlukan untuk menekan biaya dan mendorong peningkatan kandungan lokal dalam industri energi panas bumi.

BACA JUGA:Baznas OKU Gulirkan Program ZChicken untuk Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat

PGE, lanjut Julfi, telah mengambil langkah konkret untuk mewujudkan paradigma baru ini. Saat ini, PGE mengelola 15 wilayah kerja panas bumi dengan kapasitas terpasang sebesar 672 MW, yang akan ditingkatkan menjadi 1 GW dalam dua hingga tiga tahun ke depan.

Dengan total potensi cadangan panas bumi sebesar 3 GW dari 10 wilayah kerja yang dikelola sendiri, PGE optimis dapat menjadi pemimpin dalam pengembangan energi terbarukan di Indonesia. Proyek percontohan seperti hidrogen hijau di Ulubelu juga menjadi bukti komitmen PGE dalam mewujudkan energi bersih bagi masa depan.

Kolaborasi, inovasi teknologi, dan diversifikasi bisnis menjadi kunci bagi PGE dalam mengatasi tantangan transisi energi. Perubahan paradigma ini diharapkan dapat memberikan dampak signifikan, tidak hanya bagi perusahaan tetapi juga bagi pengembangan energi terbarukan di Indonesia secara keseluruhan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: